Sejarah Monumen Jalesveva Jayamahe "Monjaya"

Monumen Jalesveva Jayamahe menggambarkan seorang perwira TNI menengah Angkatan Laut  berpakaian lengkap (tenue PDU 1) menatap ke arah laut, mewakili generasi penerus dengan penuh keyakinan dan kesungguhan siap menerjang ombak dan menempuh badai menuju arah yang ditunjukkan, yaitu cita-cita bangsa Indonesia.

Dengan demikian, Monumen Jalesveva Jayamahe juga menggambarkan pelaksanaan tongkat estafet dari generasi pendahulu menyelesaikan tugas kepada generasi yang akan melaksanakan tugas berikutnya. Monumen yang dibangun di bagian ujung barat Dermaga Madura ini, juga akan dapat digunakan sebagai menara lampu pemandu (Mercusuar) bagi kapal-kapal yang berlayar di sekitarnya.

Patung yang tingginya 31 meter tersebut berdiri di atas gedung setinggi 29 meter. Pada sebagian dinding gedung ini dibuat di orama sejarah kepahlawanan pejuang-pejuang bahari (TNl AL) sejak jaman pra revolusi phisik sampai tahun 90-an. Gedung ini sekaligus juga sebagai '"Executive Meeting Room”. Sebagai pematung dan arsitek keseluruhan bangunan adalah Drs. Nyoman Nuarta yang tergabung dalam Nyoman Nuarta Group.

Pembangunannya dilaksanakan sejak tahun 1990 dan diresmikan pada bulan Desember 1996, yaitu bertepatan dengan HUT TNI AL (dulu Hari Armada TNI AL) tanggal 5 Desember 1996 oleh Presiden Soeharto. Pembangunan monumen yang  menelan biaya cukup besar itu, dananya diperoleh dari swadaya warga TNI AL dan bantuan dari masyarakat secara suka rela baik berupa sponsorship dari perusahaan-perusahaan maupun pihak lain yang tertarik pada pembangunan Monumen Jalesveva Jayamahe.

KONSEP GAGASAN

Melatarbelakangi dibangunnya Monumen Jalesveva Jayamahe adanya gagasan, bahwa bagaimanapun majunya suatu bangsa hendaknya harus tetap berpijak pada sejarah. Dalam artian lain "Bangsa yang besar adalah Bangsa yang bisa menghargai jasa Pahlawannya".

Dari sekian banyak Pahlawan dan sesepuh yang telah berjasa dalam merintis, menegakkan dan mengisi kemerdekaan Negara Republik lndonesia, termasuk didalamnya para Pahlawan yang pengabdiannya melalui TNI Angkatan Laut. Tak terbilang pengorbanan yang telah mereka sumbangkan. Bahkan jiwapun mereka berikan. Hanya sebagian kecil dari mereka yang kita kenal, nama-nama beberapa Pahlawan diantaranya telah diabadikan menjadi nama-nama Kapal Perang Republik lndonesia ataupun bangunan-bangunan penting.

Selain sebagai tanda penghargaan dan kenang-kenangan dari generasi penerus yang masih hidup, juga diharapkan dapat memberi dorongan untuk meneruskan perjuangan mereka menuju tercapainya cita-cita Angkatan Laut yang jaya dalam wadah Negara Republik lndonesia yang adil dan makmur.
Namun generasi penerus masih merasa belum cukup, bahkan merasa kurang terus dalam membalas jasa-jasa dan memberi penghargaan bagi mereka, serta yakin tiada jumlah yang layak dan tiada penghargaan yang sepadan dengan pengorbanan yang telah mereka berikan. Walaupun para Pahlawan tiada mengharapkan imbalan apapun namun diharapkan untuk meneruskan tekad dan semangatnya melalui perjuangan dalam mengisi kemerdekaan.

Tahun 1945 telah diproklamasikan Kemerdekaan Republik Indonesia, kemerdekaan negara tercinta ini genap berusia 45 tahun. Tongkat estafet perjuangan sepenuhnya telah dialihkan kepada generasi pengisi dan penerus pembangunan. Karen itu tahun 1990, dapat dianggap sebagai tombak dalam sejarah perjuangan Bangsa.

Karena itu pula, pada tahun yang istimewa tersebut, generasi penerus TNI AL bersama masyarakat yang lain, ingin menghadirkan sesuatu yang istimewa, berupa pembangunan suatu monumen yang peletakan batu pertamanya dilaksanakan pada tanggal 5 Desember 1990.

Dengan pembangunan monumen ini, generasi penerus mencoba merekam langkah-langkah heroik para pendiri dan sesepuh TNI AL dalam pengabdiannya merintis, menegakkan dan mengisi kemerdekaan melalui Angkatran Laut, dan sekaligus diharapkan dapat mengobarkan semangat perjuangan untuk mengisi kemerdekaan bagi generasi penerus saat ini dan selanjutnya.

Tanpa mengecilkan peristiwa-peristiwa bersejarah yang terjadi di Sibolga, Tegal, Pasuruan, Bali atau dimanapun di tanah air lndonesia ini sejarah Ujung sebagai bagian wilayah kota Pahlawan Surabaya memang tak bisa dipisahkan dari sejarah TNI AL, yaitu terjadinya peristiwa perebutan Kaigun SE 21/24 Butai pada 3 Oktober 1945, yang ditandai dengan sumpah oleh para Bahariawan Penataran Angkatan Laut (PAL) yaitu "Saya rela dan iklas mengorbankan harta benda maupun jiwa raga untuk Nusa dan Bangsa".

Dalam pagelaran peristiwa sejarah TNI AL berikutnyapun Ujung berperan sangat penting, yaitu merupakan Pangkalan Utama (Home Base) kapal-kapal perang TNI AL terbesar sampai sekarang. Sehingga tidaklah terlalu mengada-ada bila sebagian masyarakat menamakan kota Surabaya sebagai kota pelaut atau kota Angkatan Laut. Karena itu layaklah bilamana Monumen Jalesveva Jayamahe dibangun di Ujung Surabaya.

Selain itu, diharapkan pula pendirian monumen ini dapat menambah semaraknya Ujung Surabaya yang berarti ikut menambah indahnya Surabaya sebagai kota Pahlawan dan lndarmadi (lndustri, Perdagangan, Maritim dan Pendidikan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar